Siaran Pers Kuliah Umum Penerjemahan Penandatanganan Nota Kesepahaman di Universitas Islam 45

Foto bersama saat acara Kuliah Umum Penerjemahan di Universitas Islam 45

HPI Pusat bekerja sama dengan Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa Universitas Islam 45 (UNISMA), serta dibantu oleh HPI Komisariat Daerah Jawa Barat sukses menggelar Kuliah Umum Penerjemahan serta Penandatanganan Nota Kesepahaman pada hari Rabu, 16 Oktober 2024. Acara ini dilaksanakan di kampus UNISMA dengan menghadirkan Ibu Anna Wiksmadhara sebagai narasumber utama.

Acara dibuka dengan sambutan pihak UNISMA. Selain itu, Ketua Umum HPI, Bapak Indra Listyo, M.M., M.Hum., juga turut memberikan sambutan sebelum acara utama dimulai.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan penandatanganan MoU, MoA, dan IA antara UNISMA dan HPI, sebagai wujud komitmen untuk memperkuat kerja sama dalam peningkatan kompetensi penerjemah di Indonesia. Penandatanganan ini diiringi dengan pemberian cendera mata sebagai simbol apresiasi.

Dalam sesi kuliah umum, Ibu Anna menyampaikan materi yang kaya wawasan terkait tantangan dan peluang di industri penerjemahan kepada mahasiswa.

Sesi ini diikuti dengan tanya jawab interaktif yang makin memperdalam diskusi dan menambah antusiasme peserta.

Acara ditutup dengan sesi foto bersama, menandakan akhir dari rangkaian kegiatan yang berlangsung sukses dan lancar.

Laporan Pandangan Mata Kegiatan Temu Virtual 7 Komda Jabar: Kode Etik Profesi Penerjemah

Topik yang diambil pada Temu Virtual ke-7 HPI Komisi Daerah Jabar kali ini terbilang lebih “berat” dan serius dibanding acara-acara temu virtual sebelumnya, yaitu kode etik profesi penerjemah dan juru bahasa. Untuk mengimbangi keseriusan topik ini, panitia acara memilih dua orang narasumber yang memang telah lama akrab dengan perkembangan kode etik HPI seiring zaman, yaitu Bapak Hendarto Setiadi (Ketua Dewan Penasihat dan Kepatuhan HPI serta mantan Ketua Umum HPI periode 2007-2010) dan Bapak Indra Listyo (Ketua Umum HPI periode 2019-2024) dengan harapan agar kedua narasumber ini bisa menyajikan topik tersebut secara cair dan tidak membosankan.

Acara ini dibuka pukul 10.00 pagi pada hari Sabtu. 26 Maret 2022. Seperti biasanya, acara dimulai dengan sambutan dari Bapak Eki Qushay Akhwan (Ketua Komda Jabar 2019-2022) tentang latar belakang pemilihan topik Temu Virtual Ini, dilanjutkan dengan pembacaan tata tertib acara dan perkenalan narasumber oleh moderator Irfan Ferlanda (anggota staf Divisi Informasi dan Teknologi Komda Jabar).

Pak Hendarto membuka pemaparan materi utama dengan penjelasan singkat tentang asal-muasal kode etik HPI dan perkembangannya dari waktu ke waktu. Walaupun HPI didirikan pada tahun 1974, ternyata kode etik baru benar-benar ditetapkan pada tahun 2000 sebagai bagian dari upaya Bapak Benny Hoed (ketua umum HPI saat itu) membangunkan kembali organisasi dari keadaan mati suri. Keberadaan kode etik dipandang penting untuk mewujudkan salah satu tujuan baru HPI saat itu, yaitu mengangkat citra organisasi HPI pada khususnya dan profesi penerjemahan/penjurubahasaan pada umumnya. Kode etik HPI pada awalnya sangat pendek (hanya 1 lembar) dan mengacu pada kode etik American Translators Association. Seiring perjalanan waktu, kode etik ini mengalami revisi dan pengembangan lebih lanjut pada setiap Kongres HPI, termasuk pada Kongres terbaru tahun 2019 yang menambahkan kode perilaku penerjemah ke dokumen kode etik HPI saat ini.

Pak Indra Listyo melanjutkan pembahasan dengan ulasan tentang hubungan kode etik dengan visi/misi dan AD/ART HPI. Masalah ini tidak dibahas panjang-lebar karena sebagian besar paparan yang diberikan Pak Indra justru mengulas sejumlah contoh kasus pelanggaran kode etik secara lebih spesifik. Sesuai perkiraan, contoh-contoh kasus ini berhasil mengundang diskusi yang cukup hangat, terutama tentang kasus-kasus pelanggaran kode etik yang menyebabkan konflik klien-penerjemah ataupun antarpenerjemah. Bahasan yang muncul dalam diskusi tak ayal turut melebar ke beberapa isu terkait, misalnya kemungkinan perubahan isi dan penegakan kode etik jika HPI bermaksud memperluas keanggotaan (yang selama ini hanya terbuka bagi penerjemah dan juru bahasa individu) dengan menerima anggota yang berupa lembaga atau badan hukum. Satu lagi isu yang cukup mengundang perhatian adalah risiko moral yang muncul dari peraturan usangan tentang status penerjemah tersumpah (misalnya penggunaan cap/stempel oleh pihak yang tidak berhak akibat tiadanya mekanisme untuk mengakhiri berlakunya status penerjemah tersumpah yang telah meninggal dunia atau pensiun secara permanen) beserta potensi peran HPI dalam memberi masukan supaya peraturan baru yang sedang dikembangkan dapat mencegah masalah-masalah semacam itu.

Diskusi dalam Temu Virtual kali ini bisa dibilang sangat berhasil menarik perhatian peserta kepada berbagai isu yang terkait dengan kode etik organisasi HPI. Dengan banyaknya anggota yang tersadarkan bahwa masalah kode etik bukanlah topik yang membosankan, muncul pula wacana supaya pembahasan tentang kode etik HPI tidak hanya terbatas pada rapat singkat (hanya beberapa jam) pada acara Kongres yang hanya diadakan beberapa tahun sekali. Salah satu usulan yang mendapat cukup banyak dukungan adalah pembentukan tim kecil atau komisi jangka panjang untuk membahas berbagai pertanyaan dan usulan perubahan kode etik yang diajukan oleh para anggota HPI.

Pembicaraan pun tak lantas berhenti setelah materi selesai disajikan. Setelah acara ditutup secara resmi sesuai jadwal pada pukul 12.00, kedua narasumber dan sejumlah peserta tidak langsung meninggalkan acara; sebaliknya, obrolan dilanjutkan dalam bentuk silaturahmi dan diskusi bebas. Satu dari sekian banyak hal yang dibicarakan pada segmen ini adalah wacana pendirian Komda di beberapa daerah yang belum memiliki Komda sendiri. Menariknya, topik ini justru kembali membawa diskusi ke arah yang berhubungan dengan kode etik, terutama sikap sebagian kalangan penerjemah yang nampaknya keberatan dengan upaya HPI (bersama dengan beberapa mitra lembaga dan organisasi lainnya) untuk menegakkan standar profesionalitas yang lebih tinggi bagi profesi penerjemah dan juru bahasa.

Laporan Kegiatan “Webinar 6 Komda Jabar: Penerjemahan Dokumen Kenotariatan Bagian II”

Pada perempat pertama tahun 2020, tak lama sebelum masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimulai, HPI Komda Jabar mengadakan acara tatap muka berupa pelatihan penerjemahan dokumen kenotariatan. Animo peserta pada acara ini sangat tinggi, sampai ada sejumlah peserta yang datang dari luar daerah (misalnya Solo dan Gorontalo) untuk mengambil manfaat dari pelatihan tersebut. Oleh karena itu, pengurus Komda Jabar sudah lama mewacanakan lanjutan dari pelatihan ini, tetapi rencana ini berkali-kali terhalang oleh pandemi yang tak kunjung usai. Di sisi lain, Komda Jabar juga sudah berhasil mengadakan sejumlah acara daring sepanjang tahun 2020 dan awal tahun 2021, baik yang berupa webinar formal maupun Temu Virtual yang agak lebih santai. Akhirnya pengurus Komda Jabarpun mulai terpikir untuk mengadakan pelatihan lanjutan yang telah lama diwacanakan tersebut secara daring pula.

Untungnya, para narasumber pelatihan pertama setuju dengan gagasan tersebut. Topik pelatihan dokumen kenotariatan bagian II lantas ditetapkan sebagai tajuk resmi webinar ke-6 HPI Komda Jabar pada rangkaian acara daring 2020-2021.

Dengan pengalaman menyelenggarakan lima webinar sebelumnya, persiapan dan pelaksanaan acara ini tidak menimbulkan kesulitan berarti bagi panitia acara. Kali ini kami meminta bantuan Kang Joe untuk menjadi moderator dengan pertimbangan kemampuan beliau untuk mencairkan suasana dalam pertemuan daring.

Setelah perkenalan dan sambutan-sambutan di awal, acara berlanjut dengan penjelasan dari Ibu Ira Sawitri yang kental dengan pengalaman beliau sebagai praktisi. Di sinilah kekuatan HPI sebagai organisasi profesi sungguh nampak karena pemahaman yang dibawakan para anggota senior tidak hanya berdasar pada teori kebahasaan atau penerjemahan dari ruang kuliah tetapi juga dilengkapi dengan asam-garam pengalaman bekerja di lapangan.

Cukup banyak hal yang dijelaskan Ibu Ira, mulai dari peran penerjemah dalam mendampingi klien dan notaris, kewajiban penerjemah untuk tidak memihak, berbagai rincian tentang cara “menerjemahkan” pengertian antara dua atau lebih sistem kenotariatan yang berbeda, hingga peluang bisnis bagi penerjemah yang muncul dari interaksi sistem kenotariatan di dalam dan di luar negeri. Seperti biasa, penjelasan ini dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.

Pemateri berikutnya, yaitu Bapak Samuel Siahaan, memberikan penjelasan yang bersifat lebih umum tentang hal-hal yang perlu diperhatikan penerjemah di bidang hukum, tidak hanya pada segi perbedaan hukum tetapi juga perbedaan budaya, sistem pemerintahan, dan sistem peradilan/penegakan hukum di negara-negara terkait.

Pak Samuel membumbui paparan beliau dengan sejumlah anekdot yang menyegarkan tetapi juga sangat berguna. Pada umumnya, pesan yang disampaikan Pak Samuel adalah penerjemah hukum perlu menyelesaikan cukup banyak pekerjaan persiapan di awal untuk mempelajari berbagai perbedaan budaya dan hukum supaya dapat memberi klien pemahaman tentang dampak perbedaan-perbedaan ini terhadap produk hukum yang akan diterjemahkan. Misalnya, klien dari negara-negara dengan sistem hukum Anglo-Sakson alias common law terbiasa berasumsi bahwa perjanjian antara dua pihak dapat menafikan aturan pemerintah pada bidang-bidang tertentu, jadi penerjemah perlu menjelaskan bahwa sistem hukum Indonesia mengacu dengan lebih ketat kepada hukum tertulis dan isi perjanjian tersebut bisa jadi batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Tetapi sebaliknya juga, penerjemah di bidang hukum (termasuk kenotariatan) wajib mempertimbangkan segala daya dan upaya yang telah dicurahkan dalam kerja persiapan ini sewaktu memperhitungkan tarif yang akan ditagihkan kepada pelanggan.

Secara umum, seminar daring ini dapat dikatakan telah mengulang kesuksesan seminar tatap muka pada tahun 2020 yang lalu. Tetapi ini bukan berarti jajaran pengurus HPI Komda Jabar dapat berpuas diri, dan tak perlu diragukan lagi bahwa kami sudah mulai bergerak merencanakan acara-acara berikutnya.

Penulis: Pradana P.M. (staf Infotek Komda Jabar)

Koordinasi di Era Pandemi Covid-19

Sabtu, 25 April 2020, di tengah pandemik virus Covid-19 mengharuskan anggota pengurus Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) Komda Jabar mengadakan rapat berbasis daring melalui media Zoom App. Rapat daring dihadiri oleh sembilan pengurus.

Dalam rapat daring tersebut pengurus berunding untuk mencari kegiatan yang bisa dilaksanakan oleh HPI Komda Jabar saat tengah pandemi. Dari hasil rapat tersebut, setelah berunding dengan semua anggota, akhirnya diputuskan bahwa HPI Komda Jabar akan mengadakan webinar Gramatika Untuk Penerjemah.

Topik tersebut diambil mengingat banyak penerjemah pemula yang tata bahasa terjemahan bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya masih perlu dilatih lagi.

Agenda acara Gramatika Untuk Penerjemah yang akan diadakan sebagai berikut.

  • Topik : Gramatika Untuk Penerjemah
  • Waktu: Sabtu, 13 Juni 2020
  • Jam: 10.00 WIB – Selesai
  • Biaya : Rp50.000,00 (Umum), Rp30,000 (HPI)
  • Narasumber : Ricky Zulkifli

Pada saat webinar berlangsung, narasumber akan membahas materi gramatika yang perlu ditekankan dalam menerjemahkan secara ringkas dan jelas. (Jihad)

HPI Merayakan Hari Penerjemahan Internasional 30 September 2019

ITD 2019 FIT fit-ift.org

Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) merayakan Hari Penerjemahan Internasional (International Translation Day) setiap tanggal 30 September. Sebagai anggota FIT (the Fédération Internationale des Traducteurs/International Federation of Translators), sebuah asosiasi internasional bagi para penerjemah, juru bahasa, dan terminolog profesional, HPI mendukung tema tahun ini sebagaimana diusung oleh FIT yaitu Translation and Indigenous Languages (Penerjemahan dan Bahasa Daerah). Hal ini selaras dengan pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa Tahun 2019 merupakan Tahun Internasional Bahasa Daerah.

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat bersejarah bagi para penerjemah, juru bahasa, dan terminolog profesional ketika pada sidang pleno ke-71 Majelis Umum PBB melalui Resolusi A/RES/71/288 menyatakan 30 September sebagai Hari Penerjemahan Internasional PBB. Hari tersebut dirayakan di seluruh jejaring PBB mengingat peran penting penerjemahan dan penjurubahasaan profesional dalam menjembatani hubungan antarbangsa, mempererat perdamaian, saling pengertian, dan mendorong pembangunan. Hari Penerjemahan Internasional dirayakan untuk kali pertama pada September 2017.

Tanggal 30 September merupakan hari yang penting bagi para penerjemah, juru bahasa, dan terminolog sedunia mengingat keberadaan profesi penerjemah, juru bahasa dan terminolog telah diakui di PBB sebagai profesi yang menghubungkan kita dengan masyarakat dunia lainnya, dalam bentuk tulisan dan lisan. Tanpa karya terjemahan atau penjurubahasaan, kita mungkin hanya dapat memahami sedikit dari apa yang terjadi di dunia ini.

Dalam konteks pengembangan profesi penerjemah dan juru bahasa di Indonesia, dukungan dari pelbagai pemangku kepentingan, salah satunya pemerintah Indonesia, sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memperkuat keberadaaan profesi penerjemah dan juru bahasa yang mempunyai peran penting dalam pelbagai aspek kehidupan kita.

HPI yang merupakan organisasi resmi bagi penerjemah dan juru bahasa di Indonesia dibentuk pada tanggal 5 Februari 1974. Dalam perjalanannya, HPI saat ini telah memiliki lebih dari 3.000 anggota yang terdiri atas penerjemah dan juru bahasa yang tersebar di seluruh Indonesia. HPI telah memiliki Komisariat Daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan dan Kalimantan (Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara). Dalam waktu dekat ini HPI akan membuka beberapa Komisariat Daerah di wilayah Sumatra dan Sulawesi.

Dalam upaya memberikan pengakuan profesional bagi para anggotanya terkait kompetensi penerjemahan dan penjurubahasaan, HPI telah menyelenggarakan Tes Sertifikasi Nasional (TSN) HPI untuk Penerjemah dan Juru Bahasa sejak tahun 2010. Pada penyelenggaraan TSN HPI tahun ini, untuk kali pertama penerjemahan dari bahasa daerah nusantara yakni bahasa Jawa dan bahasa Sunda ke bahasa Indonesia diujikan bersamaan dengan pasangan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang diujikan dalam dua arah, serta bahasa asing lainnya yakni bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Cina, bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Prancis, dan bahasa Spanyol yang diujikan hanya ke bahasa Indonesia.

Untuk menyambut hari yang penting ini, tanggal 28 September 2019, HPI mengadakan acara Penyerahan Sertifikat Tes Sertifikasi Nasional Penerjemah dan Juru Bahasa HPI 2019 dan dilanjutkan dengan Pelatihan Penerjemahan Teks Jurnalistik yang difasilitasi oleh Ibu Debra Yatim. Acara dilangsungkan di Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Selamat merayakan Hari Penerjemahan Internasional.

Kontak Media:
Anna Wiksmadhara
sekretariat@hpi.or.id

Siaran pers ini juga sudah dimuat di:

Gambar dari https://fitift-misc.s3.eu-central-1.amazonaws.com/ITD19_100.jpg atau https://www.fit-ift.org/international-translation-day/