Menerjemahkan secara profesional tidaklah mudah bagi mereka yang memasuki usia senja. Duduk berlama-lama depan layar laptop, memeriksa salah ejaan, menjaga konsistensi kata, mencari padanan kata yang tepat, mengejar waktu tenggat, bernegosiasi dengan klien dan lainnya menjadikan alih bahasa ini bukan hanya menantang bagi orang tua, para pemuda pun menilai profesi ini menguras pikiran, energi, dan batin.
Namun tidak bagi seorang Iim Rogayah. Di sela-sela kesibukannya sebagai dosen senior di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Bandung, beliau masih bisa menyempatkan waktunya untuk menerjemahkan pesanan dari rekan-rekannya.
Bahkan, perempuan yang berusia 66 tahun ini telah lulus Tes Sertifikasi Nasional untuk bidang Umum dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, bulan April 2019 lalu.
TSN ini diadakan oleh Himpunan Penerjemah Indonesia setiap tahun. Biasanya hanya 10 persen peserta yang lulus.
Di hadapan para peserta seminar Professionals in Localization yang diadakan STBA, Rabu, 4 Desember 2019, kemarin, Ambu, panggilan akrab Ibu Iim, melakukan serah terima sertifikat TSN. Sertifikat tersebut diserahkan oleh Sekretaris Umum Himpunan Penerjemah Indonesia, Ibu Anna Wiksadhara.
Ibu Anna, yang juga dosen dan penerjemah bersertifikat, mengomentari momen inspirasional tersebut, “Tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu karena tua!” Bahkan, tambahnya, “Profesi ini masih bisa dijalani setelah pensiun.”
Ibu Iim Rogayah, yang juga menjadi pengurus Himpunan Penerjemah Indonesia Komisariat Daerah Jawa Barat, menegaskan bahwa sebagai bentuk pertanggungjawaban profesi, seorang penerjemah dituntut untuk terus meningkatkan kualitas, memperluas jejaring, dan mengikuti ujian.
“Perlu skills dan networking. Dan salah satu cara untuk menentukan kapasitas penerjemah adalah dengan mengikuti ujian,” ungkapnya di depan sekitar 180 peserta.
Di akhir acara, pembicara lainnya, Bapak Fajar Perdana, memotivasi para peserta seminar untuk mengisi waktu luangnya dengan berlatih demi mengasah keahlian.
Seorang dikatakan profesional jika ia mengisi waktu luangnya dengan latihan untuk meningkatkan kemampuannya.
“Seseorang menjadi profesional adalah ketika ia tidak kerja, ya latihan. Seorang amatir hanya bekerja ketika waktunya saja,” pungkasnya di acara yang dihadiri juga oleh Ketua HPI Komda Jabar, Bapak Eki Qushay Akhwan.
Alhasil, persyaratan-persyaratan tersebut menjadi kebiasaan dan bekal bagi para penerjemah profesional untuk tetap berkarir di usia senja, bahkan setelah pensiun.
Penulis: Ilham
Editor: Ridha