Pada perempat pertama tahun 2020, tak lama sebelum masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimulai, HPI Komda Jabar mengadakan acara tatap muka berupa pelatihan penerjemahan dokumen kenotariatan. Animo peserta pada acara ini sangat tinggi, sampai ada sejumlah peserta yang datang dari luar daerah (misalnya Solo dan Gorontalo) untuk mengambil manfaat dari pelatihan tersebut. Oleh karena itu, pengurus Komda Jabar sudah lama mewacanakan lanjutan dari pelatihan ini, tetapi rencana ini berkali-kali terhalang oleh pandemi yang tak kunjung usai. Di sisi lain, Komda Jabar juga sudah berhasil mengadakan sejumlah acara daring sepanjang tahun 2020 dan awal tahun 2021, baik yang berupa webinar formal maupun Temu Virtual yang agak lebih santai. Akhirnya pengurus Komda Jabarpun mulai terpikir untuk mengadakan pelatihan lanjutan yang telah lama diwacanakan tersebut secara daring pula.
Untungnya, para narasumber pelatihan pertama setuju dengan gagasan tersebut. Topik pelatihan dokumen kenotariatan bagian II lantas ditetapkan sebagai tajuk resmi webinar ke-6 HPI Komda Jabar pada rangkaian acara daring 2020-2021.
Dengan pengalaman menyelenggarakan lima webinar sebelumnya, persiapan dan pelaksanaan acara ini tidak menimbulkan kesulitan berarti bagi panitia acara. Kali ini kami meminta bantuan Kang Joe untuk menjadi moderator dengan pertimbangan kemampuan beliau untuk mencairkan suasana dalam pertemuan daring.
Setelah perkenalan dan sambutan-sambutan di awal, acara berlanjut dengan penjelasan dari Ibu Ira Sawitri yang kental dengan pengalaman beliau sebagai praktisi. Di sinilah kekuatan HPI sebagai organisasi profesi sungguh nampak karena pemahaman yang dibawakan para anggota senior tidak hanya berdasar pada teori kebahasaan atau penerjemahan dari ruang kuliah tetapi juga dilengkapi dengan asam-garam pengalaman bekerja di lapangan.
Cukup banyak hal yang dijelaskan Ibu Ira, mulai dari peran penerjemah dalam mendampingi klien dan notaris, kewajiban penerjemah untuk tidak memihak, berbagai rincian tentang cara “menerjemahkan” pengertian antara dua atau lebih sistem kenotariatan yang berbeda, hingga peluang bisnis bagi penerjemah yang muncul dari interaksi sistem kenotariatan di dalam dan di luar negeri. Seperti biasa, penjelasan ini dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.
Pemateri berikutnya, yaitu Bapak Samuel Siahaan, memberikan penjelasan yang bersifat lebih umum tentang hal-hal yang perlu diperhatikan penerjemah di bidang hukum, tidak hanya pada segi perbedaan hukum tetapi juga perbedaan budaya, sistem pemerintahan, dan sistem peradilan/penegakan hukum di negara-negara terkait.
Pak Samuel membumbui paparan beliau dengan sejumlah anekdot yang menyegarkan tetapi juga sangat berguna. Pada umumnya, pesan yang disampaikan Pak Samuel adalah penerjemah hukum perlu menyelesaikan cukup banyak pekerjaan persiapan di awal untuk mempelajari berbagai perbedaan budaya dan hukum supaya dapat memberi klien pemahaman tentang dampak perbedaan-perbedaan ini terhadap produk hukum yang akan diterjemahkan. Misalnya, klien dari negara-negara dengan sistem hukum Anglo-Sakson alias common law terbiasa berasumsi bahwa perjanjian antara dua pihak dapat menafikan aturan pemerintah pada bidang-bidang tertentu, jadi penerjemah perlu menjelaskan bahwa sistem hukum Indonesia mengacu dengan lebih ketat kepada hukum tertulis dan isi perjanjian tersebut bisa jadi batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Tetapi sebaliknya juga, penerjemah di bidang hukum (termasuk kenotariatan) wajib mempertimbangkan segala daya dan upaya yang telah dicurahkan dalam kerja persiapan ini sewaktu memperhitungkan tarif yang akan ditagihkan kepada pelanggan.
Secara umum, seminar daring ini dapat dikatakan telah mengulang kesuksesan seminar tatap muka pada tahun 2020 yang lalu. Tetapi ini bukan berarti jajaran pengurus HPI Komda Jabar dapat berpuas diri, dan tak perlu diragukan lagi bahwa kami sudah mulai bergerak merencanakan acara-acara berikutnya.
Penulis: Pradana P.M. (staf Infotek Komda Jabar)